Penulis: Bid. Dakwah PD. Pemuda Persis Kab. Bandung
Shafar adalah bulan kedua dalam tahun Hijriyah sesudah bulan Muharram.
Orang-orang Jahiliyah beranggapan, bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Anggapan demikian, oleh Rasulullah Saw, dinyatakan tidak ada (tidak sah). Anggapan ini seperti halnya anggapan bahwa hari Rabu mendatangkan sial, dll. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang dalam Islam.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah dan shafar". (HR Al-Bukhariy, Kitab al-Thibb no. 5757; Muslim, Kitab Al-Salam no. 2220)
Pantang Mengawinkan
Pada bulan Shafar dianggap tidak boleh mengawinkan. Katanya, walaupun tidak tabu, menurut cerita, pada bulan Shafar biasa dipakai kawin anjing (banyak anjing yang bersetubuh). Tapi pantangan ini hanya untuk kawin yang betul-betul memakai tata cara adat yang sebenarnya. Kalau kawin yang melanggar adat karena kepentingannya mendesak, tidak menjadi halangan walaupun bulan Shafar.
Rebo Wekasan
Hari Rabu terakhir bulan Shafar dianggap naas membawa sial, disebut Rebo Wekasan. Katanya hari tersebut adalah hari turunnya beribu-ribu, malah berpuluh-puluh ribu macam penyakit dan kecelakaan kepada umat manusia. Kemudian ada syaratnya yaitu dengan salat sunat dan jimat Rebo Wekasan yang ditulis pada kertas lalu direndam dengan air, kemudian air itu dipakai untuk mandi dan keramas.
Orang-orang biasanya pada hari itu dicukur atau digunting rambutnya. Perempuan-perempuan yang berambut panjang dipotong ujungnya kira-kira dua jari. Bagi orang-orang yang percaya kepada cerita, harus selamatan dengan ketupat dan tantang angin. Maksudnya berbeda-beda; ada yang ingin selamat dari kecelakaan, ada yang ingin awet muda, ada yang bermaksud menjauhkan penyakit-penyakit yang mungkin akan timbul, pemuda-pemuda ingin cerdas, atau pemudi-pemudi ingin panjang rambut.
Sebagian kaum muslimin ada yang menyandarkan keyakinan tersebut pada sebuah riwayat:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : " آخِرُ أَرْبِعَاءٍ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْس
Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Hari Rabu terakhir pada suatu bulan adalah hari sial (nahas)".
Menurut Muhammad bin as-Sayyid Darwisy al-Hut, "Hadits tersebut Maudlu". (Asnal Mathalib hal. 9 no. 2)
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu al-Farj Ibnu al-Jauziy pada al-Maudlu'at juz II hal.73 melalui rawi yang bernama Maslamah bin al-Shalt al-Syaibaniy.
Walaupun Imam Ibnu Hibban memasukkannya pada Kitab al-Tsiqat (Kitabuts Tsiqat juz IX hal. 180), namun mengenai rawi tersebut Imam Abu Hatim berkata, "Matrukul hadits". (Mizan al-I'tidal, jilid IV hal. 109 no. 8523; Lisan al-Mizan, juz VI hal. 39 no. 8372; al-Jarhu wa al-Ta'dil, jilid VIII hal. 269 no. 1228; Al-Maudlu'at, juz II hal. 74, Mishbah al-Arib, juz III hal. 285 no. 26967; al-Mughniy fi al-Dlu'afa, juz II hal. 292 no. 6232)
Selamatan bayi
Bila ada bayi yang dilahirkan bulan Shafar, ketika lahir bayinya harus ditimbang. Timbangannya dengan padi atau beras, kalau ada dengan apam, seberat bayi itu, lalu apam atau beras itu disedekahkan kepada paraji. Ayah ibu si bayi harus selalu ingat bahwa anaknya itu dilahirkan pada bulan Shafar. Anak yang dilahirkan bulan Shafar harus diselamatkan walaupun hanya sepiring apam.
(Adat Istiadat Sunda, hal. 162-163)
Orang-orang Jahiliyah beranggapan, bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Anggapan demikian, oleh Rasulullah Saw, dinyatakan tidak ada (tidak sah). Anggapan ini seperti halnya anggapan bahwa hari Rabu mendatangkan sial, dll. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang dalam Islam.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah dan shafar". (HR Al-Bukhariy, Kitab al-Thibb no. 5757; Muslim, Kitab Al-Salam no. 2220)
Pantang Mengawinkan
Pada bulan Shafar dianggap tidak boleh mengawinkan. Katanya, walaupun tidak tabu, menurut cerita, pada bulan Shafar biasa dipakai kawin anjing (banyak anjing yang bersetubuh). Tapi pantangan ini hanya untuk kawin yang betul-betul memakai tata cara adat yang sebenarnya. Kalau kawin yang melanggar adat karena kepentingannya mendesak, tidak menjadi halangan walaupun bulan Shafar.
Rebo Wekasan
Hari Rabu terakhir bulan Shafar dianggap naas membawa sial, disebut Rebo Wekasan. Katanya hari tersebut adalah hari turunnya beribu-ribu, malah berpuluh-puluh ribu macam penyakit dan kecelakaan kepada umat manusia. Kemudian ada syaratnya yaitu dengan salat sunat dan jimat Rebo Wekasan yang ditulis pada kertas lalu direndam dengan air, kemudian air itu dipakai untuk mandi dan keramas.
Orang-orang biasanya pada hari itu dicukur atau digunting rambutnya. Perempuan-perempuan yang berambut panjang dipotong ujungnya kira-kira dua jari. Bagi orang-orang yang percaya kepada cerita, harus selamatan dengan ketupat dan tantang angin. Maksudnya berbeda-beda; ada yang ingin selamat dari kecelakaan, ada yang ingin awet muda, ada yang bermaksud menjauhkan penyakit-penyakit yang mungkin akan timbul, pemuda-pemuda ingin cerdas, atau pemudi-pemudi ingin panjang rambut.
Sebagian kaum muslimin ada yang menyandarkan keyakinan tersebut pada sebuah riwayat:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : " آخِرُ أَرْبِعَاءٍ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْس
Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Hari Rabu terakhir pada suatu bulan adalah hari sial (nahas)".
Menurut Muhammad bin as-Sayyid Darwisy al-Hut, "Hadits tersebut Maudlu". (Asnal Mathalib hal. 9 no. 2)
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu al-Farj Ibnu al-Jauziy pada al-Maudlu'at juz II hal.73 melalui rawi yang bernama Maslamah bin al-Shalt al-Syaibaniy.
Walaupun Imam Ibnu Hibban memasukkannya pada Kitab al-Tsiqat (Kitabuts Tsiqat juz IX hal. 180), namun mengenai rawi tersebut Imam Abu Hatim berkata, "Matrukul hadits". (Mizan al-I'tidal, jilid IV hal. 109 no. 8523; Lisan al-Mizan, juz VI hal. 39 no. 8372; al-Jarhu wa al-Ta'dil, jilid VIII hal. 269 no. 1228; Al-Maudlu'at, juz II hal. 74, Mishbah al-Arib, juz III hal. 285 no. 26967; al-Mughniy fi al-Dlu'afa, juz II hal. 292 no. 6232)
Selamatan bayi
Bila ada bayi yang dilahirkan bulan Shafar, ketika lahir bayinya harus ditimbang. Timbangannya dengan padi atau beras, kalau ada dengan apam, seberat bayi itu, lalu apam atau beras itu disedekahkan kepada paraji. Ayah ibu si bayi harus selalu ingat bahwa anaknya itu dilahirkan pada bulan Shafar. Anak yang dilahirkan bulan Shafar harus diselamatkan walaupun hanya sepiring apam.
(Adat Istiadat Sunda, hal. 162-163)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar